Detik Kelahiran Pramuka
DETIK DETIK KELAHIRAN GERAKAN PRAMUKA
Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960.
Dari ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.
Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme (Lampiran C Ayat 8).
Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961. Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu. Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial). Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Kelahiran Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu 1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
· Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
· Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
2. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.
Gerakan Pramuka Diperkenalkan
Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan\ Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya. Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian. Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang. Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.
Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh.
Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang
penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan
Presiden dan berkeliling Jakarta. Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai. Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka
Diperoleh: “http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Gerakan_Pramuka_Indonesia”
Catatan redaksi : Ada Sesuatu yang menarik, mengapa yang menandatangani Kepres Tentang Gerakan Pramuka adalah Ir. Juanda ? Bilamana Presiden saat itu tengah mengadakan kunjungan ke Jepang, mengapa tidak menunggu beliau pulang dari lawatannya ?
Andakah yang tahu ?
Jakarta Duka menaungi dunia sepakbola Indonesia. 3 Orang meregang nyawa usai laga Persija Vs Persib di GBK Senayan. Tentu kita tak ingin kejadian itu terulang. Sudah cukup kekerasan di dunia sepakbola Indonesia.
"Kita turut berbelasungkawa terkait hal itu. Kita bersedih. Dan tentu peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi baik kelompok suporter, klub sepakbola, dan PSSI," kata aktivis Save Our Soccer (SOS) Apung Widadi, Senin (28/5/2012).
Dia menjelaskan, kejadian tewasnya suporter ini bukan hanya terjadi kali ini dan di Jakarta saja. Sebelumnya ada juga terjadi di Semarang, Surabaya, dan daerah lain.
"Harus ada evaluasi pengamanan baik dari PSSI dan juga pihak kepolisian sebagai mitra klub. Kalau tidak kejadian ini akan terus berulang," imbuhnya.
Polisi semestinya bisa mengantisipasi kemungkinan potensi bentrok antar suporter. Apalagi laga Persija Vs Persib pada Minggu (27/5) merupakan laga klasik yang akan menghadirkan ribuan penonton.
"Ke depan jangan ada lagi nyawa warga Indonesia yang terenggut karena ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan mementingkan semangat kelompok. Pihak keamanan yang juga dilibatkan dalam pengamanan dengan biaya yang besar tentu juga harus maksimal," tuturnya
"Kita turut berbelasungkawa terkait hal itu. Kita bersedih. Dan tentu peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi baik kelompok suporter, klub sepakbola, dan PSSI," kata aktivis Save Our Soccer (SOS) Apung Widadi, Senin (28/5/2012).
Dia menjelaskan, kejadian tewasnya suporter ini bukan hanya terjadi kali ini dan di Jakarta saja. Sebelumnya ada juga terjadi di Semarang, Surabaya, dan daerah lain.
"Harus ada evaluasi pengamanan baik dari PSSI dan juga pihak kepolisian sebagai mitra klub. Kalau tidak kejadian ini akan terus berulang," imbuhnya.
Polisi semestinya bisa mengantisipasi kemungkinan potensi bentrok antar suporter. Apalagi laga Persija Vs Persib pada Minggu (27/5) merupakan laga klasik yang akan menghadirkan ribuan penonton.
"Ke depan jangan ada lagi nyawa warga Indonesia yang terenggut karena ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan mementingkan semangat kelompok. Pihak keamanan yang juga dilibatkan dalam pengamanan dengan biaya yang besar tentu juga harus maksimal," tuturnya
Sebuah Formalitas
Ini kata-kata yang sering saya dengar beberapa bulan terakhir ini,
setidaknya apakah ini sebuah teguran bagi saya untuk kembali memaknai
setiap yang saya kerjakan, saya pikirkan dan yang saya kejar.mungkin
teman-teman juga sering mendengarnya.
Suatu hari saya tengah menjalani koskap (kepanitraan klinik=Koas aka pendidikan profesi dokter umum) di labPublic health ,banyak sekali pelajaran yang bisa diambil, barangkali karena lab ini merupakan lab bukan klinis dan salah satu favorit saya.
Saya pun dan kawan-kawan jauh2 hari membentuk kelompok puskesmas, berharap banyak saya bisa melakukan banyak hal dan mendapatkan banyak hal pula. Tiba suatu ketika penentuan kelompok, kami bergegas mengumpulkan daftar kelompok, detelah nama kelompok tertera di papan, ternyata ada teman kami yang belum dapat kelompok (entah dengan berbagai alasan) sehingga memaksa setiap kelompok untuk merelakan, salah satu anggotanya untuk pindah, karena berbagai hal akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari kelompok (walaupun sedih sekali, bahkan ada teman yang sampai akan meneteskan air mata, wajahnya memerah dan berkaca-kaca, ada anggota lain yang akhirnya cemberut bersedih atas keputusan saya tersebut) namun dalam hati saya ingin teman-teman tetap semangat. saya pun demikian, walaupun sedikit sekali kemungkinan apa yang says ingin pelajari dari PH ini akan sedikit tersandung, karena dari awal tidak memiliki pemikiran yang sama dengan kelompok baru saya.
Tibalah kami di puskesmas, kami semua dengan “riang gembira” mendapat puskesmas yang jauh, ah tidak apalah yang penting bisa belajar. suatu hari, Saya dan teman saya sedang mencari data untuk menentukan jenis promosi kesehatan yang akan kami lakukan. dan salah satu pegawainya nyeletuk yang menurut saya tidak lucu sma sekali, “gampang aja mbak, nyari yang deket2, yang gampang, kan formalitas aja kan” begitu katanya, langsung saya potong “maksudnya gmana? jauh-jauh saya kesini hanya dibilang untuk mencari formalitas??? jangan bilang itu pada sayam, karena saya ingin melakukannya sepenuh hati dan belajar sungguh2″, dia hanya tertawa kecil dan berkata “iya kah?”. Huh, dasar, bikin kesel saja. Formalitas katanya??, pakai topeng dong saya? topeng karena saya mahasiswa? saya terlalu tua untuk pakai topeng, saya tidak mau formalitas, dan menyia-nyiakan waktu saya untuk sebuah kepura-puraan melakukan sesuatu. Saya ingin melakukannya karena saya hidup, saya ingin hidup saya berarti, bukan sebuah kepura-puran atau formalitas belaka…
Usut punya usut memang penggunaan formal ini sudah dipakai sejak lama, lembaga pendidikan formal, sekolah formal dll. mari kita telusuri tentang pendidikan kita utamanya di sekolah. mungkin kajian saya tidak sepenuhnya benar secara mengkritisi pendidikan, karena saya bukan sarjana pendidikan yang sangat paham hakekat pendidikan, namun saya sebagai calon ibu dan seorang anak yang juga menempuh pendidikan, maka tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mengkajinya, sepanjang ilmu yang sudah saya terima.
Kita mulai dari kata sekolah, Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. lebih lengkapnya tentang sejarah ini.
sebenarnya, yang saya pikirkan adalah apakah benar-benar pemberian nilai dan peringkat di sekolah itu adalah satu-satunya cara untuk membuat seorang anak bersemangat belajar di sekolah, atau sebaliknya malah minder dan tertanam selalu di kepalanya bahwa dia bukan anak pintar? bahkan dia tidak bisa mengeluarkan dirinya dari frame bahwa dia tidak punya kelebihan apapun karena statemen dari guru, teman, atau orang tuanya karena hanya beberapa pelajaran yang tidak dikuasai di sekolah. menjadi melupakan kebahagiaannya sebagai anak-anak, menjadi seorang ambisius yang mencari sebuah formalitas angka. Memang saya dari kecil tidak begitu mempermasalahkan berapa nilai saya, berapa peringkat saya, karena yang dipikirkan saya waktu itu sekolah itu menyenangkan karena bisa bertemu teman-teman, ada keigiatan kerjainannya, itu saja, sehingga sedih sekali kalau tidak sekolah. Saya baru tau yang namanya belajar itu ya di kampus, itupun justru membuat saya tidak nyaman, bahkan pelajaran sepertinya tertolak oleh otak saya untuk dijadikan memori, yah itu baru saya ingat itu adalah waktu “belajar” saya, jika dicocokkan dengan pengertian belajar jaman saat ini.
ketika dulu SD_SMP_SMA mengerjakan matematika, fisika, kimia, kesenian, itu senang-senang, saya bisa mencari rumus-rumus baru ala saya yang cepat dan mudah, jadi saya bisa mengerjakan pekerjaan rumah dengan cepat dan selanjutnya bisa bersepeda, bahkan rumusnya ditemukan saat saya bersepeda. tidak ada alasan saya untuk menemukan rumus-rumus itu kecuali sebuah kesenangan. Suatu saat saya mengerjakan PR matematika, saya mengerjakannya, mencari beberapa cara yang menurut saya efisien, gampang dan ndak jelimet, keesokan harinya yang terjadi PR saya dicoret, diberi nilai nol, saya sedih bukan karena nilai nolnya, tapi karena gurunya tidak menerima cara yang saya tuliskan di buku, harus sesuai caranya ketika menjelaskan pelajaran matematika hari sebelumnya. Saya sangat sedih dan protes ke ayah saya yang kebetulan guru juga, beliau hanya bisa tersenyum. Usut punya usut, cara itu ternyata ada di buku cara cepat mengerjakan matematika. Saya tidak habis pikir apa yang sebenarnya sedang terjadi, apakah yang menjadi outcome sebuah pendidikan formal? anak dengan ingatan aksioma, rumus2 di sekolah? apakah akan senantiasa bertahan dengan yang lama? atau seorang anak dengan khayalannya mengembangkan pengetahuan yang diperolehnya saat di sekolah. bukankan begitu? kalau tidak, maka akan yang ada kita akan selalu membebek poengetahuan, padahal esensi belajar bukan seperti itu bukan? ini menurut saya, menurut anda?
Suatu ketika, saya mendapat telepon dari orang tua saya yang kelabakan dengan sikap adek saya yang malas belajar, malas sekolah dan lainnya. Saya pun segera menelepon, ketika saya bertanya kenapa malas? dia bilang pelajarannya gitu-gitu saja, saya bosan, nah loo. ini juga bukan sebuah kesalahan darinya. COba kita bandingkan anak TK, SD, SMP, SMA ketika berangkat sekolah, kira2 wajahnya yang penuh semangat yang mana? lalu alasannya kira2 apa? yah sebuah kegembiraan atau kesenangan dalam belajar. Yang semakin hilang dari anak-anak sekolah, menjadi pemurung, sedih dan tegang, frustasi dengan nilai-nilai sekolahnya, belum lagi panggilan dari BP dan guru yang menambah ruwet pikirannya, bukan menyelesaikan masalah.
Saya tidak sepenuhnya menyalahkan sekolah, karena tugas mendidik bukanlah beban sekolah seluruhnya, tapi beban semua orang di dunia ini, yang masih ingin melihat perkembangan dan peradaban yang baik. Karena keluarga adalah sumber pendidikan yang sesungguhnya. Mari kita liat sebenarnya waktu belajar di sekolah Indonesia berapa? ada artikel yang bisa dibaca disini . Mudah2an yang saya tulis ini bukan untuk menyalahkan siapapun atas kekurangan kita, namun saya ingin menyadarkan diri saya dan orang sekitar tentang masalah yang kita hadapi saat ini. Karena Sumber Daya yang paling mahal adalah pengetahuan manusia… itu yang membuat kita maju, bukan karena minyak bumi, lautan dan lainnya, itu hanya bonus.
So jangan belajar hanya karena formalitas ya, lembaga pendidikan boleh formal, sekolah boleh formal, acara boleh formal, tapi jangan sampai semangat atau pemikiran kita tentang sesuatu, pekerjaan, amalan itu sebuah formalitas, karena tiba2 ketika kita sudah tua, ternyata kita belum merasakan nikmatnya belajar, nikmatnya bekerja, nikmatnya melakukan sesuatu karena kita sibuk dengan formalitasnya, lupa akan esensi dan kesenangan di dalamnya.. Semangat :::^^v:::
Suatu hari saya tengah menjalani koskap (kepanitraan klinik=Koas aka pendidikan profesi dokter umum) di labPublic health ,banyak sekali pelajaran yang bisa diambil, barangkali karena lab ini merupakan lab bukan klinis dan salah satu favorit saya.
Saya pun dan kawan-kawan jauh2 hari membentuk kelompok puskesmas, berharap banyak saya bisa melakukan banyak hal dan mendapatkan banyak hal pula. Tiba suatu ketika penentuan kelompok, kami bergegas mengumpulkan daftar kelompok, detelah nama kelompok tertera di papan, ternyata ada teman kami yang belum dapat kelompok (entah dengan berbagai alasan) sehingga memaksa setiap kelompok untuk merelakan, salah satu anggotanya untuk pindah, karena berbagai hal akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari kelompok (walaupun sedih sekali, bahkan ada teman yang sampai akan meneteskan air mata, wajahnya memerah dan berkaca-kaca, ada anggota lain yang akhirnya cemberut bersedih atas keputusan saya tersebut) namun dalam hati saya ingin teman-teman tetap semangat. saya pun demikian, walaupun sedikit sekali kemungkinan apa yang says ingin pelajari dari PH ini akan sedikit tersandung, karena dari awal tidak memiliki pemikiran yang sama dengan kelompok baru saya.
Tibalah kami di puskesmas, kami semua dengan “riang gembira” mendapat puskesmas yang jauh, ah tidak apalah yang penting bisa belajar. suatu hari, Saya dan teman saya sedang mencari data untuk menentukan jenis promosi kesehatan yang akan kami lakukan. dan salah satu pegawainya nyeletuk yang menurut saya tidak lucu sma sekali, “gampang aja mbak, nyari yang deket2, yang gampang, kan formalitas aja kan” begitu katanya, langsung saya potong “maksudnya gmana? jauh-jauh saya kesini hanya dibilang untuk mencari formalitas??? jangan bilang itu pada sayam, karena saya ingin melakukannya sepenuh hati dan belajar sungguh2″, dia hanya tertawa kecil dan berkata “iya kah?”. Huh, dasar, bikin kesel saja. Formalitas katanya??, pakai topeng dong saya? topeng karena saya mahasiswa? saya terlalu tua untuk pakai topeng, saya tidak mau formalitas, dan menyia-nyiakan waktu saya untuk sebuah kepura-puraan melakukan sesuatu. Saya ingin melakukannya karena saya hidup, saya ingin hidup saya berarti, bukan sebuah kepura-puran atau formalitas belaka…
Usut punya usut memang penggunaan formal ini sudah dipakai sejak lama, lembaga pendidikan formal, sekolah formal dll. mari kita telusuri tentang pendidikan kita utamanya di sekolah. mungkin kajian saya tidak sepenuhnya benar secara mengkritisi pendidikan, karena saya bukan sarjana pendidikan yang sangat paham hakekat pendidikan, namun saya sebagai calon ibu dan seorang anak yang juga menempuh pendidikan, maka tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mengkajinya, sepanjang ilmu yang sudah saya terima.
Kita mulai dari kata sekolah, Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. lebih lengkapnya tentang sejarah ini.
sebenarnya, yang saya pikirkan adalah apakah benar-benar pemberian nilai dan peringkat di sekolah itu adalah satu-satunya cara untuk membuat seorang anak bersemangat belajar di sekolah, atau sebaliknya malah minder dan tertanam selalu di kepalanya bahwa dia bukan anak pintar? bahkan dia tidak bisa mengeluarkan dirinya dari frame bahwa dia tidak punya kelebihan apapun karena statemen dari guru, teman, atau orang tuanya karena hanya beberapa pelajaran yang tidak dikuasai di sekolah. menjadi melupakan kebahagiaannya sebagai anak-anak, menjadi seorang ambisius yang mencari sebuah formalitas angka. Memang saya dari kecil tidak begitu mempermasalahkan berapa nilai saya, berapa peringkat saya, karena yang dipikirkan saya waktu itu sekolah itu menyenangkan karena bisa bertemu teman-teman, ada keigiatan kerjainannya, itu saja, sehingga sedih sekali kalau tidak sekolah. Saya baru tau yang namanya belajar itu ya di kampus, itupun justru membuat saya tidak nyaman, bahkan pelajaran sepertinya tertolak oleh otak saya untuk dijadikan memori, yah itu baru saya ingat itu adalah waktu “belajar” saya, jika dicocokkan dengan pengertian belajar jaman saat ini.
ketika dulu SD_SMP_SMA mengerjakan matematika, fisika, kimia, kesenian, itu senang-senang, saya bisa mencari rumus-rumus baru ala saya yang cepat dan mudah, jadi saya bisa mengerjakan pekerjaan rumah dengan cepat dan selanjutnya bisa bersepeda, bahkan rumusnya ditemukan saat saya bersepeda. tidak ada alasan saya untuk menemukan rumus-rumus itu kecuali sebuah kesenangan. Suatu saat saya mengerjakan PR matematika, saya mengerjakannya, mencari beberapa cara yang menurut saya efisien, gampang dan ndak jelimet, keesokan harinya yang terjadi PR saya dicoret, diberi nilai nol, saya sedih bukan karena nilai nolnya, tapi karena gurunya tidak menerima cara yang saya tuliskan di buku, harus sesuai caranya ketika menjelaskan pelajaran matematika hari sebelumnya. Saya sangat sedih dan protes ke ayah saya yang kebetulan guru juga, beliau hanya bisa tersenyum. Usut punya usut, cara itu ternyata ada di buku cara cepat mengerjakan matematika. Saya tidak habis pikir apa yang sebenarnya sedang terjadi, apakah yang menjadi outcome sebuah pendidikan formal? anak dengan ingatan aksioma, rumus2 di sekolah? apakah akan senantiasa bertahan dengan yang lama? atau seorang anak dengan khayalannya mengembangkan pengetahuan yang diperolehnya saat di sekolah. bukankan begitu? kalau tidak, maka akan yang ada kita akan selalu membebek poengetahuan, padahal esensi belajar bukan seperti itu bukan? ini menurut saya, menurut anda?
Suatu ketika, saya mendapat telepon dari orang tua saya yang kelabakan dengan sikap adek saya yang malas belajar, malas sekolah dan lainnya. Saya pun segera menelepon, ketika saya bertanya kenapa malas? dia bilang pelajarannya gitu-gitu saja, saya bosan, nah loo. ini juga bukan sebuah kesalahan darinya. COba kita bandingkan anak TK, SD, SMP, SMA ketika berangkat sekolah, kira2 wajahnya yang penuh semangat yang mana? lalu alasannya kira2 apa? yah sebuah kegembiraan atau kesenangan dalam belajar. Yang semakin hilang dari anak-anak sekolah, menjadi pemurung, sedih dan tegang, frustasi dengan nilai-nilai sekolahnya, belum lagi panggilan dari BP dan guru yang menambah ruwet pikirannya, bukan menyelesaikan masalah.
Saya tidak sepenuhnya menyalahkan sekolah, karena tugas mendidik bukanlah beban sekolah seluruhnya, tapi beban semua orang di dunia ini, yang masih ingin melihat perkembangan dan peradaban yang baik. Karena keluarga adalah sumber pendidikan yang sesungguhnya. Mari kita liat sebenarnya waktu belajar di sekolah Indonesia berapa? ada artikel yang bisa dibaca disini . Mudah2an yang saya tulis ini bukan untuk menyalahkan siapapun atas kekurangan kita, namun saya ingin menyadarkan diri saya dan orang sekitar tentang masalah yang kita hadapi saat ini. Karena Sumber Daya yang paling mahal adalah pengetahuan manusia… itu yang membuat kita maju, bukan karena minyak bumi, lautan dan lainnya, itu hanya bonus.
So jangan belajar hanya karena formalitas ya, lembaga pendidikan boleh formal, sekolah boleh formal, acara boleh formal, tapi jangan sampai semangat atau pemikiran kita tentang sesuatu, pekerjaan, amalan itu sebuah formalitas, karena tiba2 ketika kita sudah tua, ternyata kita belum merasakan nikmatnya belajar, nikmatnya bekerja, nikmatnya melakukan sesuatu karena kita sibuk dengan formalitasnya, lupa akan esensi dan kesenangan di dalamnya.. Semangat :::^^v:::
Air Es dalam Drum
Suatu siang, matahari begitu terik dan panas memenuhi seluruh ruangan
di sebuah rumah kontrakan yang terbuat dari seng. Keringat mengucur
deras sampai-sampai seperti mengalir seperti ada sumber mata airnya. Dua
anak kecil yang sedang asik bermain menjadi gelisah dan mandi keringat.
Permainan tak lagi menyenangkan, yang ada mereka berkali-kali harus
menyeka keringat supaya tidak jatuh ke mata. Sungguh suatu hari yang
sangat menyengat. Dua anak kecil tadi menuju ruangan yang sepertinya
sebuah dapur sambil mencari-cari dimana letak air minum, untuk
mengurangi rasa panas yang menyebar.
Ahh seandainya ada air es yang mendinginkan kepala dan badan. Brrrr… Dua anak kecil itu berlari menuju dapur, yah mencari seteguk dua teguk air sambil menghela nafas panjang seperti lega dari rasa haus seharian. Dari jauh, laki-laki paruh baya sedang mengamati gerak-gerik mereka, terulas senyum merekah memandangi kedua tingkah laku kedua anaknya. Dia pergi menuju ke dapur, sambil tersenyum dia memanggil keduanya… Bapak punya cara ampuh membuat air kita dingin.. Waaahhh? Kedua mata anaknya berbinar-binar, sambil mendengarkan seksama ucapan sang ayah dan menghayalkan cara ajaib yang dipakai.
Begini caranya : pertama air yang sudah masak dimasukkan ke dalam botol air mineral yang sudah kosong, lalu ditutup kemudian dimasukkan ke dalam drum tempat air d kamar mandi kami… Kita minumnya besok pagi.. Kedua anak kecil itu bersemangat mengisi air yang sudah dimasak ke dalam botol, lalu dicemplungkan ke dalam drum, waaaa tinggal tunggu besok…
Keesokan harinya, sepulang sekolah kedua anak kecil itu berlarian di terik matahari menuju rumah kontrakan seng mereka. Sudah barang tentu ingin cepat2 minum air dingin mereka… Brrrrrr masi dinginnnn. Yeaaaayyy… Mereka senang… Ha ha.. Air es dalam drum.
Itu cerita kecilku, apa ceritamu?
Ahh seandainya ada air es yang mendinginkan kepala dan badan. Brrrr… Dua anak kecil itu berlari menuju dapur, yah mencari seteguk dua teguk air sambil menghela nafas panjang seperti lega dari rasa haus seharian. Dari jauh, laki-laki paruh baya sedang mengamati gerak-gerik mereka, terulas senyum merekah memandangi kedua tingkah laku kedua anaknya. Dia pergi menuju ke dapur, sambil tersenyum dia memanggil keduanya… Bapak punya cara ampuh membuat air kita dingin.. Waaahhh? Kedua mata anaknya berbinar-binar, sambil mendengarkan seksama ucapan sang ayah dan menghayalkan cara ajaib yang dipakai.
Begini caranya : pertama air yang sudah masak dimasukkan ke dalam botol air mineral yang sudah kosong, lalu ditutup kemudian dimasukkan ke dalam drum tempat air d kamar mandi kami… Kita minumnya besok pagi.. Kedua anak kecil itu bersemangat mengisi air yang sudah dimasak ke dalam botol, lalu dicemplungkan ke dalam drum, waaaa tinggal tunggu besok…
Keesokan harinya, sepulang sekolah kedua anak kecil itu berlarian di terik matahari menuju rumah kontrakan seng mereka. Sudah barang tentu ingin cepat2 minum air dingin mereka… Brrrrrr masi dinginnnn. Yeaaaayyy… Mereka senang… Ha ha.. Air es dalam drum.
Itu cerita kecilku, apa ceritamu?
Langganan:
Postingan (Atom)